Jumat, 07 November 2025
Sabtu, 01 November 2025
Kotasejuk Tanam Pohon Tabebuya di Lokasi Ekskavasi Fosil Stegodon Tritik
Jumat, 31 Oktober 2025
Perlindungan Hukum atas Fosil Stegodon: “Kelalaian Bisa Berujung Pidana!”
KOTASEJUK Tegaskan Perlindungan Hukum atas Fosil Stegodon: “Kelalaian Bisa Berujung Pidana!”
Penemuan fosil Stegodon, gajah purba dari zaman Pleistosen, di Hutan Tritik, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, menjadi sorotan dunia arkeologi. Namun di balik temuan ilmiah tersebut, Divisi Hukum KOTASEJUK (Komunitas Pecinta Sejarah Kabupaten Nganjuk) menegaskan pentingnya perlindungan hukum terhadap setiap objek cagar budaya agar tidak terjadi pelanggaran yang berujung pidana.
Menurut Prayogo Laksono, S.H., M.H., selaku Divisi Hukum KOTASEJUK, seluruh pihak — baik individu, lembaga, maupun korporasi seperti Perhutani — memiliki kewajiban hukum untuk menjaga dan melestarikan setiap temuan purbakala. Hal ini diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Menghalangi atau mengabaikan upaya penyelamatan fosil purba merupakan pelanggaran serius. Sanksinya bisa berupa penjara hingga 15 tahun dan denda miliaran rupiah,” tegas Prayogo dalam kajian hukumnya, Selasa (7/10/2025).
Tanggung Jawab Hukum dan Peran Negara
Prayogo menjelaskan, Pasal 56 hingga 59 UU Cagar Budaya mengatur kewajiban seluruh pihak untuk menjaga, menyelamatkan, dan memelihara cagar budaya dari kerusakan, pencurian, maupun pemindahan tanpa izin. Pemerintah daerah dan pengelola kawasan hutan, termasuk Perhutani, memiliki tanggung jawab langsung untuk memastikan keamanan temuan tersebut.
“Pemerintah dan Perhutani tidak boleh abai. Mereka wajib melindungi fosil dari ancaman pelapukan dan eksploitasi,” ujarnya.
KOTASEJUK mengapresiasi langkah cepat Disporabudpar Nganjuk bersama Perhutani yang telah mendukung proses ekskavasi fosil Stegodon. Tindakan tersebut dinilai sejalan dengan Pasal 59 UU Cagar Budaya, yang menegaskan peran aktif pemerintah dalam upaya pelestarian warisan sejarah.
“Ini bukti nyata pelaksanaan amanat konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) UUD 1945 — negara wajib memajukan kebudayaan nasional dan menjamin masyarakat dalam melestarikan nilai budayanya,” tambahnya.
Sanksi Pidana dan Tanggung Jawab Pejabat
Dalam penjelasannya, Prayogo menyoroti beberapa pasal penting dalam UU Nomor 11 Tahun 2010 yang memberikan sanksi berat bagi pelanggaran terhadap cagar budaya:
-
Pasal 104: Menghalangi pelestarian cagar budaya dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda Rp500 juta.
-
Pasal 105: Merusak cagar budaya diancam pidana 1–15 tahun dan/atau denda hingga Rp5 miliar.
-
Pasal 114: Jika pelanggaran dilakukan oleh pejabat, hukuman dapat ditambah sepertiga dari pidana pokok.
“Ini bukan sekadar urusan moral, tapi persoalan pidana. Pembiaran atau kelalaian dapat dianggap sebagai pengabaian kewajiban hukum,” tegas Prayogo.
Perhutani dan Perlindungan Kawasan Hutan Tritik
Sebagai pengelola kawasan hutan, Perhutani disebut memiliki tanggung jawab langsung terhadap keberadaan fosil Stegodon. Berdasarkan Pasal 57, 59, dan 61 UU Cagar Budaya, setiap instansi yang menguasai lahan tempat ditemukannya cagar budaya wajib menjamin keamanan dan kelestariannya.
“Hutan Tritik bukan hanya ruang konservasi alam, tetapi juga ruang sejarah bangsa. Perhutani harus aktif menjaga dan mengamankan fosil tersebut,” ujar Prayogo.
Status Hukum Fosil Stegodon
Temuan Stegodon di Nganjuk kini telah berstatus ODCB (Objek Diduga Cagar Budaya) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022. Status ini memberikan perlindungan hukum penuh — fosil tidak boleh dipindahkan, dijual, atau dimusnahkan tanpa izin resmi dari otoritas berwenang.
“Dengan status ODCB, fosil Stegodon telah menjadi objek hukum. Menyentuh atau memindahkannya tanpa izin sama dengan melanggar undang-undang,” jelasnya.
Penutup
Prayogo menegaskan kembali bahwa pelestarian warisan prasejarah bukan sekadar tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat.
“Cagar budaya bukan milik individu, melainkan warisan bangsa. Fosil Stegodon adalah saksi sejarah bumi Anjuk Ladang yang tak ternilai. Hukum sudah memberi dasar, kini tinggal keberanian kita untuk menegakkannya,” pungkasnya.
(John)
