Rabu, 25 Juni 2025

Minggu, 22 Juni 2025

PENELUSURAN JEJAK CANDI KUNO DI PRAMBON NGANJUK


Prambon – Komunitas Pecinta Sejarah dan Ekologi Nganjuk, Kotasejuk, kembali menunjukkan kiprahnya dalam menjaga warisan budaya Nusantara. Kali ini, Kotasejuk bersama Dinas Kebudayaan (Disporabudpar) Kabupaten Nganjuk menelusuri lokasi penemuan artefak kuno di Desa Kurung Rejo, Kecamatan Prambon, menyusul laporan warga terkait temuan arca dan batu-batu misterius saat penggalian fondasi mushola.

Ketua Kotasejuk, Amin Fuadi, turut memimpin langsung proses observasi dan verifikasi di lokasi. Ia menegaskan bahwa penelusuran ini merupakan langkah penting untuk mengamankan benda-benda yang diduga sebagai bagian dari bangunan suci kuno dan perkampungan masa lampau.

“Kami menindaklanjuti laporan warga terkait penemuan arca. Saat kami datang, arca tersebut sudah tidak utuh – kepala dan kaki hilang. Namun bentuk tubuhnya menunjukkan figur seorang prajurit lengkap dengan tameng dan senjata di pinggang,” jelas Amin Fuadi saat diwawancarai di lokasi.

Temuan yang Mencengangkan
Selain arca, tim menemukan berbagai benda yang diduga artefak zaman klasik, antara lain:

* Pipisan dari batu kalsedon – jenis batu langka yang jarang ditemukan di wilayah ini,
* Lumpang batu tua dengan ukiran khas,
* Batu bata besar berserakan yang diduga bagian dari struktur bangunan,
* Keramik dan tembikar yang berasal dari era Majapahit atau Kadiri.
* Batu isian candi yang awalnya diduga doorpell.
*Batu candi yang ditemukan tak jauh dari batu isian candi.
* Bulatan mirip telur yang terbuat dari batu kalsedon.
Amin juga menambahkan, beberapa warga mengungkapkan bahwa pada tahun 1996 pernah ditemukan prasasti di lokasi yang sama dan telah diserahkan ke Museum Trowulan. Penelusuran lebih lanjut akan dilakukan untuk memastikan keberadaan dan isi dari prasasti tersebut.

Dugaan Lokasi Bangunan Suci

Kotasejuk meyakini bahwa temuan ini merupakan petunjuk kuat adanya bangunan suci kuno di kawasan tersebut. Beberapa batu berukuran besar ditemukan berserakan, termasuk batu isian candi, yang kini sedang direncanakan proses evakuasinya menggunakan kendaraan khusus.

Lebih dari itu, dua nama dusun yang disebut warga – Duwel dan Klumpit – konon sempat terbaca dalam isi prasasti yang dulu ditemukan. Toponimi ini masih eksis hingga kini, menguatkan dugaan bahwa kawasan Kurung Rejo pernah menjadi bagian dari jejak sejarah yang hilang.

Komitmen Kotasejuk

Sebagai komunitas yang bergerak secara swadaya dalam bidang pelestarian sejarah dan ekologi, Kotasejuk terus mengedepankan nilai edukasi, dokumentasi, dan penyelamatan cagar budaya. Kegiatan ini adalah bentuk nyata dari komitmen komunitas dalam menjaga peninggalan leluhur agar tak hilang ditelan waktu.

“Kami tidak hanya sekadar melihat benda kuno. Kami ingin menyelamatkan memori sejarah yang terkubur. Setiap temuan harus dikonfirmasi, diamankan, dan dipahami maknanya. Kami juga mengajak masyarakat untuk peduli dan ikut menjaga,” tegas Amin Fuadi.


📝 Penulis & Dokumentasi: John
📍 Lokasi: Desa Kurung Rejo, Prambon, Nganjuk
📅 Waktu : Juni 2025

Jumat, 20 Juni 2025

FILM DETEKTOR

Film lokal ini bentuk kreatifitas atas keresahan kalangan pecinta sejarah dan budaya karena banyaknya objek cagar budaya yang rusak akibat penjarahan orang tidak bertanggung jawab.

Film ini mengangkat kisah dua sahabat yang nekat berburu benda-benda kuno di hutan demi mengubah nasib hidup yang terhimpit ekonomi.

Disutradarai oleh Sukadi sekaligus penulis naskah, Detektor diproduksi oleh komunitas pegiat sejarah dan ekologi KOTASEJUK. Film ini tak hanya menawarkan petualangan fisik menembus hutan dan medan terjal, tetapi juga petualangan batin para tokohnya—terutama Nino, seorang ayah pengangguran yang terdesak kebutuhan hidup.

Alih-alih menemukan harta karun seperti yang diimpikan, pencarian tersebut justru membawa mereka pada kenyataan yang lebih besar: pentingnya menjaga warisan budaya dan alam. Sepanjang perjalanan, penonton diajak merenungkan makna keserakahan, persahabatan, dan tanggung jawab terhadap sejarah.

Produksi film ini jauh dari kata mudah. Johnarief, editor sekaligus astrada dan kameramen, mengungkapkan tantangan berat selama proses penggarapan.

“Film ini diproduksi dengan peralatan yang super minim, hanya menggunakan tiga kamera dengan resolusi dan ekstensi berbeda. Tingkat kesulitannya luar biasa saat proses editing, apalagi semua diedit hanya lewat HP,” ungkapnya.

Sementara itu, Amin Fuadi, Ketua KOTASEJUK sekaligus salah satu kru lapangan, menyatakan bahwa Detektor merupakan tonggak sejarah pertama bagi komunitasnya.

“Ini pertama kalinya film diproduksi penuh oleh Kotasejuk sendiri. Dari pemeran, kameramen, semua merangkap tugas. Sutradara juga jadi pemain, kameramen, bahkan saya sendiri ambil gambar dan sampai lupa kalau ternyata ada adegan yang nggak terekam,” ujarnya sambil tertawa.

Meski menyadari film ini jauh dari kata sempurna, Amin menegaskan bahwa KOTASEJUK tetap bangga dan optimistis.

“Kami bertekad mengirimkan karya nekad ini ke Kementerian Kebudayaan, sebagai bentuk kontribusi kami dalam melestarikan sejarah dan budaya, meskipun masih banyak yang perlu dikoreksi dan diperbaiki kedepan,” tambahnya.

Film Detektor tayang perdana di kanal YouTube AG CYBER TV sebagai media edukasi dan apresiasi terhadap pelestarian warisan budaya, sebelum dipublikasi film ini ditonton bersama di Museum Anjuk Ladang Nganjuk pada Kamis malam (19/6).

Dengan sinematografi yang natural, naskah kuat, dan pesan moral yang mendalam, Detektor menjadi film lokal penuh semangat gotong royong yang patut diapresiasi.

Penulis : John